MATARAM (LOMBOKEXPRESS.ID) — Isu pergeseran Belanja Tidak Terduga (BTT) Pemprov NTB yang belakangan ramai dibicarakan publik akhirnya mendapat penjelasan langsung dari Kementerian Dalam Negeri. Di sela kunjungannya ke Mataram, Jumat (17/10/2025) malam, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni, angkat bicara dengan nada tegas namun menenangkan.
Menurutnya, masyarakat tak perlu salah paham. BTT bukan hanya untuk bencana alam semata. Dana itu, kata Fatoni, juga bisa dipakai untuk kebutuhan lain yang sifatnya mendesak — asalkan sesuai aturan yang berlaku.
“BTT bisa digunakan tidak hanya untuk bencana, tapi juga untuk hal-hal yang darurat dan mendesak,” ujarnya lugas.
Ia pun merujuk pada PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang memang membuka ruang fleksibilitas bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat. Misalnya, saat terjadi kerusakan infrastruktur publik yang bisa menghambat pelayanan masyarakat.
“Kalau tidak segera diperbaiki, justru bisa menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dan daerah,” jelas Fatoni.
Ia juga mencontohkan kebutuhan mendesak lain seperti pembayaran utang BPJS Kesehatan, atau kegiatan nasional semacam Festival Olahraga Rekreasi Nasional (Fornas).
Kalau BTT masih belum cukup, daerah masih bisa memanfaatkan sisa uang lelang proyek atau kas daerah yang masih tersedia. Tapi, Fatoni menegaskan, DPRD tetap punya peran penting dalam fungsi pengawasan, meskipun mekanisme pergeseran dilakukan lewat Peraturan Kepala Daerah (Perkada).
“Perkada tidak perlu dibahas bersama DPRD, tapi pengawasan dewan tetap berjalan,” tegas Fatoni, yang juga menjabat Pj Gubernur Papua itu.
Pemprov NTB: Fokus pada Program Strategis dan Mendesak
Sementara itu, dari pihak Pemprov NTB, penjelasan datang dari Kepala Dinas Kominfotik NTB, Yusron Hadi. Ia memastikan bahwa pergeseran anggaran dilakukan bukan tanpa alasan, melainkan untuk mendukung program-program strategis dan kebutuhan yang sifatnya mendesak.
Sejak masa pandemi, kata Yusron, kebijakan pergeseran anggaran sudah menjadi hal yang lumrah. Dalam satu tahun, bisa lebih dari dua kali dilakukan. Apalagi, tahun 2025 ini, pemerintah pusat mengeluarkan Inpres 1/2025 dan Surat Edaran Mendagri 900/2025 yang meminta daerah melakukan efisiensi dan realokasi ke tujuh isu strategis pembangunan.
“Tujuh isu strategis itu meliputi kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan sanitasi, pengendalian inflasi, stabilitas harga pangan, cadangan pangan, serta penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Karena itu, Pemprov NTB mengarahkan realokasi anggaran ke hal-hal prioritas seperti pembayaran utang BPJS, bonus atlet PON, pembangunan jalan dan irigasi, program RTLH (Rumah Tidak Layak Huni), hibah KORMI untuk Fornas, dan peningkatan rumah sakit dari Tipe C ke Tipe B.
Seluruh proses ini, tegas Yusron, berada di bawah asistensi langsung Kemendagri dan dilaporkan melalui sistem SIPD (Sistem Informasi Pemerintahan Daerah) agar tetap transparan.
Klarifikasi Isu BTT Rp 500 Miliar
Isu yang menyebut BTT NTB mencapai Rp 500 miliar juga tak luput dari perhatiannya. Menurut Yusron, angka itu perlu diluruskan.
“Alokasi awal BTT hanya Rp 5,7 miliar. Setelah evaluasi APBD 2025 oleh Kemendagri pada 9 Desember 2024, NTB mendapat tambahan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 496,97 miliar,” ungkapnya.
Tambahan DBH itu, lanjutnya, dimasukkan ke BTT untuk efisiensi waktu pelaksanaan karena tahun anggaran baru sudah di depan mata. Jadi, total Rp 502,67 miliar itu masih berupa pagu — bukan uang tunai di kas daerah.
Yusron menegaskan, penggunaan BTT tetap dilakukan secara hati-hati, terbuka, dan sesuai ketentuan. Dari total itu, Rp 2,4 miliar sudah digunakan untuk penanganan bencana dan keadaan darurat, sementara sekitar Rp 16,4 miliar masih tersedia untuk kebutuhan mendesak lainnya.
“Kami siap menggunakan anggaran BTT untuk bencana atau kondisi darurat sesuai aturan,” tutupnya. (jho)
Keterangan Foto:
Agus Fatoni. (ist)






