OBITUARI: Pak Ismet Rauf, Kami Kirim Doa dari Rangkasbitung…

PERSATUAN Wartawan Indonesia (PWI) kehilangan wartawan senior yang terus-menerus memberi keteladanan hingga akhir hayat. Wartawan kawakan berkelas internasional itu adalah Ismet Rauf.

Pria kelahiran Payakumbuh ini pernah menitipkan biodatanya yang ia tulis sendiri pada saya. Begini biodatanya:

“Ismet Rauf (Wartawan Kantor Berita Antara 1967 -2002), antara lain pernah jadi Koresponden Antara di Kuala Lumpur, Wina ; —
tim penulis buku 30 Tahun Konperensi Asia Afrika (Antara, 1985) — Diplomasi Indonesia (Kemlu RI 1995, lima jilid), — staf khusus Menkominfo bidang multimedia (2006) —
Wartawan Utama, penguji UKW (2012), penerima Lifetime Achievement Award (Antara. 2011) — anugerah ini Press Card Number One (2012), Penasehat Pengurus Pusat PWI (2018-2023) — Pemred Kantor Berita MINA sejak 2014 (Terbit dalam Bahasa Indonesia, Inggris dan Arab)”.

Saya memang pernah bilang pada beberapa kawan wartawan agar menulis riwayat hidup yang lengkap berikut pencapaian- pencapaianya supaya kalau meninggal catatan itu bisa digunakan bahan menulis obituari atau in memoriam.

Singkat kata saya bermaksud mengajak kawan-kawan menyiapkan catatan obituari sendiri. Titip kan pada siapa saja. Kita sendiri lah yang lebih tahu tentang perjalanan dan pencapaian sendiri.

Pak Ismet mendukung gagasan saya. Dia lalu kirim biodata ke kami. Katanya boleh untuk keperluan apa saja.

Salah satunya biodata Ismet kami gunakan untuk pembuatan brosur Lembaga Uji Kompetensi Wartawan (LUKW) Fakultas Komunikasi Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama), Jakarta, tempat ia mengabdi sebagai penguji.

Ismet Rauf meninggal Rabu 5 Juni 2024 di rumahnya di Depok, Jawa Barat dalam usia 79 tahun.

Pencinta buku dan penulis yang lahir di Payakumbuh Sumatera Barat pada 15 November 1945 itu meninggalkan seorang istri, Yunidar Ismet, dan tiga anak laki-laki yaitu Rully R Ismet, Reza T Ismet, dan Aga W Ismet.
Alamarhum meninggal pukul 08.00 dan dikebumikan pukul 14.30 di Tempat Pemakaman Umum Rawa Geni Kecamatan Cipayung, Kota Depok dengan diantar keluarga dan rekan-rekan almarhum sesama wartawan.

Ucapan duka cita dan doa mengalir dari mana-mana, terutama dari para wartawan senior.

Ada yang menyampaikan dalam bentuk bunga, tulisan duka cita lewat media sosial, hingga pemuatan press release In Memoriam seperti yang ditulis teman sejawatnya, mantan wartawan Antara, Aat Surya Safaat.

Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch. Bangun melalui WhatsApp group PWI juga turut menyampaikan ucapan duka cita.

“Innalilahi wa innailaihi rojiun. Senior PWI produktif, penulis buku Sejarah PWI, dan banyak lagi di setiap penyelenggaraan Hari Pers Nasional. Semoga arwah almarhum diterima baik di sisiNya dan keluarga yang ditinggal diberi kekuatan. Alfatihah,” tulis Hendry Ch. Bangun setelah lsmet menghembuskan napas terakhir.

Ketika itu kami sedang mempersiapkan pembukaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di aula sebuah hotel sangat sederhana di Rangkasbitung, Banten.

Jarak Jakarta- Rangkasbitung sekitar 100 kilometer. Karena jarak inilah yang membuat kami merasa bersalah karena tidak bisa hadir takziah.

Rangkasbitung sebuah lokasi yang menginspirasi Eduard Douwes Dekker atau Multatuli yang mengecam bangsanya sendiri, bangsa Belanda yang menjajah Indonesia.

Kecaman dan perlawanan disampaikan lewat tulisan melalui novelnya berjudul Max Havelaar Novel ini pertama kali terbit pada 1860 dan terkenal di Belanda.

Di aula hotel tersebut telah hadir Direktur Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI Pusat Dr Firdaus Komar, Ketua PWI Provinsi Banten Rian Nopandra, sejumlah penguji UKW, PJ. Bupati Lebak Iwan Kurniawan, dan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Lebak dr Anik Sakinah, M.Si.

Rasa bersalah sedikit terobati pada keesokan harinya ketika penutupan UKW. Di ujung kegiatan, panitia UKW mengajak berdoa bersama khusus untuk almarhum Ismet Rauf.

Hopip, salah seorang penguji UKW yang sering kami sapa “ustadz”tampil ke depan dan memimpin doa khusus untuk almarhum Ismet.

“Ya itu tadi kiriman doa dari rekan-rekan PWI Banten,” kata Rian Nopandra yang berjalan keluar aula berdampingan dengan Firdaus, penguji yang juga Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia.

Ismet dalam kesaksian saya adalah wartawan senior yang baik. Ia disiplin, get things done (bekerja tuntas), dan sholat tepat waktu.
Kami belum pernah mendengar dia membicarakan kekurangan orang lain.

Belakangan dia tercatat sebagai penguji UKW di lembaga UKW Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama).

Sering menguji bersama kami di beberapa daerah. Bahkan dia sering “dipasangkan” tidur sekamar di hotel dengan saya.

Entah apa yang dipikirkan oleh panitia antara saya dan Ismet sehingga sering ditempatkan di satu kamar.

Saya sih manut (ikut) apa kata panitia. Lagi pula saya senang bersama pak Ismet. Dia tidak merokok.

Selama di kamar, dia lebih banyak diam. Ketika saya pancing-pancing dengan pertanyaan, dia baru bercerita. Cerita pengalamannya sebagai wartawan.

Dia pernah ditugaskan oleh Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara di berbagai belahan dunia seperti yang ia tulis sendiri dalam biodatanya.

Saya senang mendengarkan Ismet bercerita sampai menjelang tidur. Kalau sudah mau tidur, Ismet bersiap-siap, selimutnya ditata sedemikian rupa, rapih.

Tidak seperti saya. Tidur dengan posisi sekenanya. Seringkali tidak memperdulikan selimut.

Karena sering tidur sekamar di tempat tidur dobel, saya hapal kebiasaannya di malam hingga pagi. Ketika menjelang waktu subuh, dia bangun dan segera sholat.

Saya juga tahu dia sering mengego. Pernah ia teriak keras dalam tidurnya. Saya bangunkan, “Pak Pak, ada apa”.

“Enggak ada apa-apa” tuturnya sambil membalik bantal di kepalanya.

Kini rekan Ismet Rauf telah berpulang untuk selamanya. Misi mulianya sebagai wartawan sudah dilaksanakan. Selamat jalan senior. (Mohammad Nasir, pensiunan wartawan Harian Kompas).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *