Beberapa hari belakangan ini, berita Ibu Risma – Menteri Sosial Republik Indonesia, marah-marah, viral lagi. Diliput berbagai media cetak, elektronik, media sosial, baik lokal hingga nasional.
Saya tertarik menulisnya. Pertama karena lokus marahnya di NTB. Kedua, kebetulan 2 hari ikut mendampingi kunjungan kerja ibu Menteri ke lokasi tersebut. Apa sih yang sesungguhnya terjadi? Benarkah marah melulu?
Di Desa Tetebatu Lombok Timur, kemarahan Ibu Risma sesungguhnya diprovokasi oleh situasi. Sebut saja, ada oknum aktivis (pendemo) lebih dahulu marah kemudian memancing marah nya Ibu Risma.
Begitu Ibu Risma turun dari mobil, pendemo langsung protes dengan suara keras sambil tunjuk jari kearah Ibu Menteri. Dari orasi singkatnya, pendemo sesungguhnya menyampaikan hal yang sepele. Kenapa Ibu menteri memilih lokasi acara di tempat itu. Lokasi itu milik seorang supleyer. Kenapa tidak di tempat lain yang netral?
Saya menduga ada permasalahan domestik antara pendemo dengan supleyer. Atau mungkin menurut pendemo, pilihan lokasi itu adalah bentuk tindakan yang berbau kolutif. Pemerintah Kabupaten Lombok Timur melalui Sekdanya – Taufik Juaini, sudah mmberikan klarifikasi. Pilihan lokasi bukan rekomendasi pemda. Tapi pilihan tim advance kementerian. Bisa jadi Ibu Risma tidak tahu lokasi itu milik supleyer seperti ditudingkan.
Protes sudah kadung disampaikan dengan nada keras. Ibu Risma langsung muntab. Pendemo di gass poll balik. Ibu Risma tidak tinggal diam. Suara keras pendemo dibalas bentakan lebih keras lagi. Hikmah kejadian ini, kedepan tim advance kementerian harus bijak pertimbangkan usul saran tuan rumah. Agar hal-hal sepele yang tidak perlu terjadi dapat diminimalisir.
Menyaksikan adegan itu, ada rekan wartawan disamping saya tersenyum seakan mendapat angle berita baik. Ibu Risma marah lagi. Publik terframing setiap kunjungan kerja Ibu Risma datang untuk marah-marah. Padahal adegan marah-marah berlangsung sesaat saja. Selebihnya sangat positip, produktif dan solutif. Suasana yang sangat humanis. Ibu Risma dibalik marahnya juga ramah. Sangat menjiwai tugasnya. Peduli pada anak yatim piatu, fakir miskin, para lansia, para penyandang disabilitas. Namun moment itu kalah porsi publikasi.
Kalaupun harus ada menu marah-marah, kemarahan Ibu Risma sesungguhnya tertuju ke pimpinan cabang bank plat merah yang dinilai tidak terbuka dan tidak empatik dalam menyalurkan dana bantuan sosial keluarga miskin. Ibu Risma datang dengan data. Tahu akar masalah dan siap berikan solusi. Di lombok Timur maupun di Sumbawa, Ibu Risma selalu konfirmasi data. Berapa BPNT dan PKH yang sudah disalurkan ? Kenapa data belum salurnya banyak ? Apa yang saudara lakukan untuk atasi masalah itu ? Kenapa ada laporan KPM ( Keluarga Penerima Manfaat ) yang tidak pernah lakukan penarikan namun saldonya nol rupiah ?
Karena pertanyaan tersebut tidak dijawab dengan jelas dan tuntas maka marahlah Ibu Risma. Sampai disini saya menganggap kemarahan Ibu Risma adalah sesuatu yang wajar. Kinerja perbankan penyalur diluar ekspektasinya.
Ibu Risma ingin kinerja bank penyalur lebih sigap dan solutif dalam menyalurkan bantuan sosial ke masyarakat. Pihak bank keluhkan kendala geografis dan status Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebagai penyebab lambat salur. Ibu Risma tidak suka dengan dalih klasik ini. Bank penyalur harusnya pro aktif dan cari solusi. Di Kabupaten Sumbawa, Ibu Risma dengan di bonceng sepeda motor akhirnya terjun langsung kelapangan. Mencari alamat KPM yang harus dipenuhi haknya dan ketemu. Setelah sempat marah ke pimpinan bank penyalur, satu persatu KPM mendapatkan hak nya baik berupa uang tunai ditambah natura dalam bentuk telur, beras ada juga garam. Untuk masyarakat yang ada di pulau terpencil dan dipuncak gunung, Ibu Risma perintah agar pihak bank libatkan TNI dan Polisi mengantarkan uang tunai kepada rakyat miskin.
Ayo kerja lebih amanah. Kita digaji dari uang rakyat. Saya bela-belain blusukan seperti ini untuk memastikan kesepakatan kita diatas kertas terimplementasi di tingkat terbawah. Betapa zolimnya kita bila hak rakyat miskin apalagi untuk anak yatim piatu, fakir miskin, para lansia, para penyandang disabilitas tidak sampai sasaran.
Negara sudah menganggarkan dengan susah payah ditengah keterbatasan fiskal yang ada. Masak macet di bank oleh hal tehnis administratif. Ibu Risma dengan suara teduh dan mata berkaca-kaca, mohon kesadaran pimpinan bank penyalur di daerah untuk bersinergi yang baik dengan para pendamping sosial yang mendampingi masyarakat dalam pencairan bantuan sosial.
Ibu Risma sampaikan wejangan inspiratif itu dengan ekspresi yang sungguh-sungguh. Bisa jadi itu suara bathinnya yang sangat peduli nasib anak yatim piatu. Sejak kecil saya hidup dengan anak yatim piatu. Bapak saya angkat tidak kurang 80 orang anak yatim piatu menjadi saudara saya. Saya paham kehidupan dan kebutuhan mereka. Saya tidak mau masuk neraka gara-gara jadi menteri sosial yang telantarkan nasib anak yatim piatu.
Kemarahan Ibu Risma ke pimpinan bank penyalur, seakan oase yang sangat melegakan hati para petugas pendamping sosial. Kemarahan Ibu Risma adalah representasi dan refleksi kedongkolan kami yang tidak di hargai pihak bank. Terima kasih Ibu Risma. Kami sanggup bekerja lebih baik dan lebih keras lagi mendam
pingi rakyat miskin bila pihak bank mau bekerjasama yang baik dengan kami. Ungkap para pekerja pendamping sosial kegirangan.
Disela-sela santap malam di Rumah Makan Me Cenggo Rempung Lombok Timur maupun dialog diruang tunggu Bandara Sultan Kaharuddin Sumbawa Besar, saya mendapatkan cerita lebih dalam tentang bagaimana perjuangan Ibu Risma menutup Komplek Lokalisasi Dolly. Bagaimana memperbaiki kualitas layanan publik. Bagaimana membuat Surabaya jadi bersih, indah dan berbunga-bunga. Kini Surabaya jadi rujukan nasional dan mendapat berbagai apresiasi internasional.
Ibu Risma bisa cekakakan cerita diteror preman waktu menutup Komplek Dolly. Kurang ajar, coba pak tiba-tiba mereka kirim gambar orang telanjang semua penuhi tv monitor saya. Saya tidak mundur walaupun pegiat HAM dan lainnya menekan saya. Ngeri pak kalo kita perhatikan dampak sosialnya. Anak-anak dijangkiti sex addicted. Setiap saya turun ke Dolly saya sudah titip pesan dan serahkan semua kunci-kunci ke keluarga saya. Lo Ibu mau kemana ? Saya mau pergi mati. Nanti kalo saya mati dengan jalan ini, tidak boleh ada keluarga yang menggugat. Saya ikhlas. Kecuali ada aparat hukum menentukan lain, monggo ucapnya seakan bernostalgia sewaktu mengemban amanah sebagai Walikota Surabaya.
Kepergian Ibu Risma ke Jakarta sebagai Menteri Sosial, goreskan kesan mendalam di sanubari warganya. Ibu Risma – Alumni ITS yang kuasai ilmu tata kota dan tehnik lingkungan ini, sosok yang sangat Energik, Jujur, Polos, Workaholic. Semua lini bidang pekerjaan yang menjadi Tanggung Jawabnya ingin ditahu secara detail. Ibu Risma type ibu perfeksionis.
Dalam berkomunikasi Ibu Risma kental gaya suroboyoan nya yang terbuka, ceplas ceplos dan egaliter. Beliau memang vocal dan vulgar dalam berkomunikasi dengan anak buahnya. Kadang terkesan tempramental. Sebagai masyarakat kami mendoakan agar beliau selalu dalam Lindungan Tuhan. Beliau mengidap beberapa penyakit yang membahayakan. Kata seorang teman di Surabaya yang konfirmasi Ibu Risma sedang marah di Lombok ? Saya jawab ya. Ini saya sedang sama beliau. Saya katakan beliau tidak sedang marah tapi sedang tularkan virus positip untuk bekerja baik dalam melayani publik sebagaimana kebiasaannya di Surabaya.
Ibu Risma memang pekerja keras. Walau tampak tempramental, aku yakin hatinya selembut salju. Beliau bisa langsung sujud syukur tatkala membela anak jalanan yg bisa diterima bekerja pada sebuah Perusahaan. Ibu Risma sosok yang dicintai dan dirindukan Warga Surabaya karena ketegasan, komitmen dan konsistensinya. Dengan ilmu dan pengalamannya beliau cekatan memperindah kota Surabaya dengan cepat dan tepat.
Ibu Risma tidak malu bila ada kebakaran, membantu para pemadam kebakaran kerja dilapangan. Bila ada banjir, malam haripun beliau datangi lokasi banjir dan mencari penyebabnya. Waktu Jalan Gubeng itu ambles, beliau nungguin sampai malam para pekerja nguruk tanah biar cepat selesai dan segera bisa dilewati. Sampah dan taman di Surabaya jadi percontohan nasional. Saya bangga dan Rindu Ibu Risma, kata teman saya seakan mewakili suara hati warga Surabaya lainnya terhadap Walikotanya. Ternyata dibalik kemarahan itu tersimpan indah keramahan dan kebaikan yang sudah diperbuat Ibu Risma.
Hidup sekali mesti berarti. meski mati, memori tidaklah pergi. Abadi dalam sanubari. 2 hari sungguh meng inspirasi. Terima kasih Ibu Tri Rismaharini. (Sekda NTB)