DI TENGAH gemerlapnya modernisasi, tak banyak yang tahu tentang tradisi unik yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Sasak, terutama di Desa Ranggagata, Praya Barat Daya, Lombok Tengah. Namanya Memarek. Sebuah tradisi yang mengikat janji dan cinta, tetap hidup meskipun waktu terus berjalan.
Dalam tradisi ini, seorang lelaki menunjukkan keseriusan cintanya melalui tindakan yang penuh makna. Memarek sang kekasih dengan membawa serta rombongan wanita sebagai bentuk dukungan dan harapan bagi masa depan yang bahagia.
Saya berkesempatan untuk berbincang dengan Ibu Rohini, seorang saksi hidup dari tradisi ini, yang dengan penuh semangat menceritakan pengalaman dan sejarah Memarek.
Melalui wawancara ini, kita akan menggali lebih dalam tentang makna, perubahan, dan keistimewaan dari tradisi yang penuh cinta ini.
Tradisi Cinta yang Diikat Janji dan Sejarahnya
Penulis: Apa saja yang biasanya dibawa saat memarek?
Rohini: Dulu, dalam jembak (wadah, pen), yang dibawa biasanya pisang lumut, Roti Marie, dan minuman Sprite. Sekarang, yang dibawa pisang, minuman Sprite, roti Jordan atau roti Kanguru, dan kini ada tambahan telur sebagai pelengkap.
Penulis: Kapan tradisi Memarek biasanya dilakukan?
Rohini: Tradisi Memarek biasanya dilaksanakan pada malam Lebaran Idul Fitri atau Idul Adha, atau sekitar seminggu sebelum janji kawin lari dijalankan.
Penulis: Berapa banyak orang yang terlibat dalam tradisi Memarek?
Rohini: Umumnya, sepuluh orang wanita terlibat dalam prosesi memarek, meskipun jumlah ini bisa lebih banyak tergantung pada status sosial keluarga si pria. Jika sang kekasih berasal dari keluarga yang lebih kaya, jumlah pengantar bisa mencapai dua puluh orang.
Penulis: Apakah ada perjanjian sebelum memarek dilakukan?
Rohini: Saat ini, biasanya memang ada janji atau komitmen dari sang idola wanita untuk siap menikah, baru pemarek dilaksanakan. Namun, menurut cerita orang tua, di masa lalu, tradisi memarek dianggap sebagai bukti cinta seorang lelaki yang tulus kepada calon kekasihnya.
Sejarah Memarek
Memarek adalah sebuah tradisi yang berasal dari masyarakat Desa Ranggagata, Praya Barat Daya, Lombok Tengah, yang menyimbolkan bentuk komitmen dan keseriusan seorang pria kepada wanita yang ia cintai. Secara historis, tradisi ini biasanya dilakukan ketika pasangan sudah ‘sepakat” untuk menikah.
Memarek sebenarnya merupakan simbolik dari cinta yang tulus dan keseriusan dalam menjalin hubungan. Di zaman dahulu, tradisi ini menjadi cara untuk menunjukkan kesungguhan hati seorang pria yang ingin melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya.
Dengan berjalannya waktu, memarek kini semakin dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial modern, di mana biasanya ada janji terlebih dahulu sebelum tradisi ini dilakukan, memastikan adanya komitmen yang jelas antara kedua pihak (pasangan kekasih, pen). **
Keterangan Foto: Prosesi Memarek di Desa Ranggagata. (ist)