HUT ke-80 RI, Kolonel Laut Pundjung: Dari Meja Redaksi ke Markas TNI

Delapan puluh tahun Indonesia merdeka adalah delapan puluh tahun perjalanan bangsa menjaga bara perjuangan. Di tengah barisan prajurit yang mengabdikan diri tanpa henti, berdiri satu nama yang kisahnya merefleksikan arti kemerdekaan: Kolonel Laut (KH) Ignatius Maria Pundjung Triyogatama, S.Sos., M.Sc.

Lahir di Jakarta pada 8 Desember 1969, dari keluarga prajurit pejuang, ia tumbuh dengan kesadaran bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, melainkan amanah yang harus dijaga. Sang ayah, Letkol Anumerta R.E. Soegihardjo, dan kakaknya, Laksamana Muda TNI (Purn) Gregorius Agung Widjono Djalu, menjadi teladan pengabdian yang kelak membentuk jalan hidupnya.

Sebelum berseragam TNI AL, Pundjung adalah seorang wartawan. Ia menempuh pendidikan di IISIP Jakarta dan mengasah pena di Mingguan Mutiara. Tulisan-tulisannya menggugah, menjuarai lomba di Pekan Raya Jakarta, hingga melahirkan sebuah buku biografi tentang tokoh nasional Mien Sugandhi. Namun, pada 1999, ia memilih jalan berbeda: menukar pena dengan seragam, menukar ruang redaksi dengan medan pengabdian. Tahun 2000, ia resmi menjadi perwira TNI AL.

Semangat jurnalistiknya tidak pernah padam. Justru itu menjadi senjata dalam setiap tugas di bidang penerangan: di Dispenal, di Koarmada Timur, hingga Lantamal III Jakarta. Ia memperkaya pengabdiannya dengan menempuh pendidikan Magister Sains Ketahanan Nasional di UGM melalui beasiswa Kementerian Pertahanan RI.

Ketika dipercaya membenahi Majalah Cakrawala pada 2018, ia menghadirkan wajah baru yang lebih modern dan komunikatif. Ia juga melahirkan The Horizon, majalah internasional berbahasa Inggris yang memperkuat diplomasi maritim Indonesia. Baginya, komunikasi adalah bagian dari pertahanan bangsa.

Kini, menjabat Sahli D Jemen Pok Sahli Koarmada RI, Kolonel Pundjung terus menyalakan dedikasi. Di luar dinas, ia juga mengabdi melalui Ordinariatus Castrensis Indonesia, memperkuat pelayanan umat di lingkungan TNI-Polri.

Semua langkah itu ia jalani bersama sang istri, Elisabeth Kusuma Indreswari, yang setia mendampinginya melalui Jalasenastri. Bersama, mereka adalah contoh nyata bahwa pengabdian kepada bangsa lahir dari semangat keluarga, cinta, dan kesetiaan.

Di usia ke-80 kemerdekaan, perjalanan hidup Kolonel Pundjung mengingatkan kita bahwa merdeka berarti terus berjuang. Dari ruang redaksi hingga palagan laut, ia menunjukkan bahwa pengabdian tidak mengenal batas profesi. Ia hadir sebagai prajurit, penulis, pemimpin, dan pelayan umat, sosok yang menghidupkan api kemerdekaan dalam tugas sehari-hari.

Indonesia merdeka bukan hanya karena dikumandangkan, melainkan karena terus dijaga. Dan di sanalah, jejak pengabdian Kolonel Pundjung berdiri tegak, bersama para pejuang lainnya, menjaga merah putih tetap berkibar di samudra nusantara. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *