Waktu terus berjalan, seiring detik yang membawa satu per satu kawan wartawan pergi ke negeri keabadian. Tak terhitung sudah berapa kali duka mengetuk pintu, membawa kabar pilu bahwa seorang teman telah mendahului. Terakhir, Rabu lalu, CEO Gaung, Ridha Rahzen, berpulang meninggalkan jejak inspirasi dan kenangan.
Bagi kita yang masih tinggal, kehilangan mereka adalah pengingat. Setiap nama yang kembali ke pangkuan Sang Khalik membawa pesan bahwa waktu kita juga terbatas. Mereka yang telah pergi bukan sekadar nama yang hilang dari daftar hadir, tetapi jiwa-jiwa yang mengisi ruang cerita dalam perjalanan hidup kita.
Ridha adalah sosok yang tidak hanya berkarya, tetapi mengajarkan kita tentang dedikasi. Melalui tangan dan pikirannya, ia merajut kisah yang kini abadi di hati mereka yang pernah mengenalnya. Kepergiannya adalah pukulan, namun juga panggilan bagi kita yang masih berdiri di panggung kehidupan ini.
Apa yang kita tunggu? Giliran itu pasti datang. Kita tak tahu kapan, di mana, atau bagaimana. Tetapi sementara waktu itu belum tiba, kita punya pilihan: terus menorehkan makna, menyuarakan kebenaran, dan menebar manfaat.
Seperti Ridha, mungkin suatu saat nama kita pun akan disebut dalam barisan kenangan. Yang tersisa hanyalah apa yang telah kita tinggalkan. Akankah itu menjadi inspirasi bagi mereka yang kita cintai?
Dalam duka ini, mari kita renungkan. Satu per satu dari kita akan meninggalkan panggung ini. Hingga saat itu tiba, mari isi peran kita sebaik mungkin. Karena pada akhirnya, hidup adalah tentang apa yang kita tinggalkan, bukan sekadar apa yang kita miliki.
Selamat jalan, Ridha Rahzen. Sampai jumpa di persinggahan abadi. Kami, yang masih menunggu giliran, akan terus belajar dari jejakmu yang baik. (red)
Keterangan Foto: Ridha Rahzen (alm). Foto: istimewa.