Cahaya di Tengah Gulita
Hari-hari berlalu, dan pesan dari pria tua itu terus terngiang di benak Nina. Entah kenapa, kata-kata itu membuatnya merasa tidak sepenuhnya sendirian. Pagi berikutnya, ia kembali ke toko, berharap pria itu datang lagi. Namun, hingga sore menjelang, sosoknya tak kunjung muncul.
Ketika Nina mulai membereskan barang, ia menemukan secarik kertas lain terselip di antara rak. Tulisan tangan yang sama tertera di atasnya:
“Cari kebenaran di tempat yang paling sering kau abaikan.”
Nina tertegun. Tempat yang paling sering ia abaikan? Ia memutar ingatan, mencoba mencari jawabannya. Akhirnya, pikirannya melayang ke rumah tua peninggalan orang tuanya, tempat ia tak pernah kembali sejak hari kecelakaan.
Dengan langkah ragu, malam itu Nina menuju rumah tersebut. Gelap dan penuh debu, tempat itu seperti merekam setiap kenangan yang pernah ia alami bersama keluarganya. Di ruang tamu, ia melihat foto keluarga yang terpajang di dinding. Senyum mereka begitu tulus, seolah berbicara kepadanya: “Kami selalu ada bersamamu.”
Saat Nina hendak beranjak, kakinya tersandung sesuatu. Sebuah kotak kayu kecil tersembunyi di bawah meja. Dengan hati-hati, ia membukanya. Di dalamnya terdapat buku harian ibunya, penuh dengan catatan tangan yang rapi.
Salah satu halaman tertanggal seminggu sebelum kecelakaan itu membuat Nina tak kuasa menahan air mata:
“Untuk Nina, putri kecilku. Jika suatu hari kau membaca ini, ketahuilah bahwa dunia ini keras, tapi kau lebih kuat dari yang kau bayangkan. Apa pun yang terjadi, teruslah melangkah. Jangan takut untuk memulai kembali, bahkan dari kehancuran.”
Pesan itu seperti pelukan hangat yang ia rindukan selama ini. Nina menangis, tetapi kali ini bukan hanya karena sedih. Ada perasaan lega, seperti beban berat yang perlahan terangkat.
Esok harinya, Nina memutuskan untuk membuat perubahan. Ia mendaftar ke sebuah kursus desain grafis, bidang yang dulu ia impikan tetapi selalu ia tunda karena merasa tidak cukup baik. Setiap malam, ia membaca ulang buku harian ibunya, menjadikannya sumber kekuatan.
Minggu demi minggu berlalu. Nina mulai melihat hidupnya perlahan berubah. Di tengah kesibukan, ia bertemu dengan banyak orang yang memberinya energi positif. Namun, pria tua misterius itu tidak pernah muncul lagi.
Hingga suatu sore, saat Nina menyelesaikan proyek desain pertamanya, ia menerima amplop terakhir yang ditinggalkan di toko oleh seorang kurir. Isinya singkat, namun penuh makna:
“Kau telah menemukan kebenaran: kekuatanmu ada dalam dirimu sendiri. Selamat, anak muda. Kini kau siap untuk menghidupkan harapan, bukan hanya untuk dirimu, tapi untuk orang lain.”
Nina tersenyum. Ia tak lagi mencari pria tua itu. Karena ia tahu, kehadirannya hanyalah katalis yang membangkitkan sesuatu yang selama ini sudah ada—harapan, keberanian, dan cinta yang tak pernah hilang. (ai/bersambung)
Ilustrasi: bing.com