Kesedihan di Balik Kehidupan (3)

Misi untuk Memberi Harapan 

Hari-hari Nina kini tak lagi suram. Meski rasa kehilangan tetap sesekali menyelinap, ia belajar untuk menjadikannya kekuatan. Proyek desain grafisnya berkembang pesat. Dalam waktu singkat, Nina berhasil meraih klien pertama—sebuah yayasan sosial kecil yang membantu anak-anak yatim piatu.

Di yayasan itu, Nina bertemu dengan Amira, seorang gadis berusia 10 tahun yang pendiam. Mata Amira selalu redup, penuh kesedihan yang terasa akrab bagi Nina. “Aku juga pernah merasakan itu,” pikir Nina.

Ketika Nina bertanya tentang keluarga Amira, gadis itu hanya menjawab dengan suara lirih, “Aku tidak punya siapa-siapa lagi.” Jawaban itu menghantam hati Nina, mengingatkannya pada dirinya sendiri saat kehilangan keluarganya.

Di malam yang sepi, Nina merenung. Ia sadar, mungkin ini alasan kenapa ia masih bertahan—untuk menjadi cahaya bagi orang lain yang juga berjuang melawan kegelapan.

Membentuk Komunitas Harapan

Dengan semangat baru, Nina mulai menginisiasi sebuah komunitas kecil bernama Harapan Baru. Ia mengajak beberapa teman dari kursus desainnya dan orang-orang yang pernah ia temui di yayasan untuk bergabung. Komunitas itu fokus membantu mereka yang tengah mengalami kehilangan, baik secara emosional maupun material.

Setiap minggu, Nina dan timnya mengadakan pertemuan sederhana di taman kota. Mereka berbagi cerita, menawarkan dukungan, dan memberikan pelatihan kecil seperti menggambar, menulis, atau membuat kerajinan tangan. Nina melihat bagaimana aktivitas ini perlahan menghidupkan kembali senyum di wajah orang-orang seperti Amira.

Kembali Bertemu Pria Tua

Suatu sore, saat Nina sedang menyiapkan pertemuan mingguan, ia melihat sosok pria tua yang dulu memberinya amplop pertama. Kali ini, pria itu duduk di bangku taman, tersenyum ke arahnya. Nina mendekat dengan perasaan campur aduk.

“Akhirnya kita bertemu lagi,” kata Nina dengan suara yang hampir pecah.

Pria itu mengangguk pelan. “Aku hanya mengamati dari jauh. Kau sudah menemukan jalanmu, bukan?”

Nina mengangguk. “Tapi aku tak pernah mengerti kenapa Anda membantu saya.”

Pria itu tersenyum lembut. “Karena aku pernah berada di posisi yang sama. Bertahun-tahun lalu, aku kehilangan semuanya—keluarga, pekerjaan, dan harapan. Tapi seseorang membantuku bangkit. Jadi aku hanya meneruskan kebaikan itu kepadamu.”

Air mata Nina mengalir. “Terima kasih… Anda telah mengubah hidup saya.”

Pria itu menggeleng. “Kau yang melakukannya, Nina. Aku hanya menyalakan percikan kecil. Kau yang memutuskan untuk menjadikannya api yang menerangi jalanmu.”

Sebelum Nina sempat bertanya lebih jauh, pria itu pergi. Namun, kali ini, Nina merasa cukup. Ia tidak perlu tahu lebih banyak, karena ia telah menemukan jawaban dalam perjalanannya.

Harapan yang Terus Hidup  

Dalam setahun, komunitas *Harapan Baru* berkembang pesat. Banyak orang yang dulunya datang sebagai peserta kini menjadi relawan, membantu orang lain yang sedang berjuang. Amira, gadis kecil yang dulu pendiam, kini menjadi anak yang ceria dan bercita-cita menjadi desainer seperti Nina.

Nina menyadari, kesedihan bukanlah akhir dari kehidupan. Ia adalah awal dari sebuah perjalanan baru, di mana cinta dan harapan bisa ditemukan kembali. Meski kehilangan meninggalkan luka, luka itu bisa menjadi jembatan menuju kebahagiaan yang lebih besar. (ai/tamat)

Ilustrasi: bing.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *