Hujan baru saja reda di kota itu, meninggalkan aroma tanah basah yang selalu membuat perasaan Alma campur aduk. Di balik jendela kaca kafe, ia memandangi jalanan yang mulai kembali ramai, sambil menggenggam secangkir kopi yang sudah dingin. Hari ini, ia berjanji bertemu dengan seseorang yang tak pernah ia bayangkan akan kembali dalam hidupnya: Reza.
Reza adalah cinta pertama Alma, seseorang yang pernah mengisi hatinya dengan seluruh gairah masa muda yang tulus dan polos. Lima tahun lalu, mereka dipisahkan oleh mimpi dan ambisi masing-masing. Reza memilih pergi ke luar negeri untuk mengejar beasiswa, sementara Alma tetap di sini, membangun karier di kampung halamannya. Awalnya, mereka mencoba bertahan dengan hubungan jarak jauh, namun perlahan-lahan, waktu dan jarak menjadi jurang yang tak terjembatani. Hingga suatu hari, Reza berhenti mengirim pesan, dan Alma tahu bahwa itu adalah akhir dari cerita mereka.
Kini, lima tahun berlalu, Alma sudah berusaha melupakan Reza. Ia bahkan telah menjalin hubungan dengan Andra, seorang pria yang baik dan selalu ada untuknya. Bersama Andra, Alma menemukan rasa nyaman yang stabil, sesuatu yang ia rasa cukup untuk menjalani hidup. Tetapi pagi itu, tanpa diduga, Reza muncul kembali dalam hidupnya dengan sebuah pesan singkat: “Aku di kota. Bisa bertemu?”
Alma bingung, ragu, namun ada bagian dari dirinya yang tak bisa menolak. Meski sudah ada Andra dalam hidupnya, kenangan tentang Reza tak pernah benar-benar hilang. Reza adalah cinta pertamanya, rasa yang begitu dalam dan sulit dijelaskan.
Ketika Reza memasuki kafe itu, hati Alma berdebar. Mereka berdua duduk di meja kecil di sudut ruangan, di tengah obrolan ringan tentang kehidupan yang masing-masing telah dijalani. Namun ada keheningan yang tak terucap, ketegangan di antara mereka yang tak bisa disembunyikan. Akhirnya, Reza menatap Alma dalam-dalam dan berkata, “Aku tahu ini mungkin sudah terlambat, tapi aku ingin kamu tahu, aku masih mencintaimu, Al.”
Kata-kata itu mengalir begitu saja, membuat dada Alma sesak. Ia tak pernah menyangka akan mendengarnya lagi. Sementara di hatinya, ada Andra yang kini menjadi sosok penting, tempat ia merasa nyaman dan aman. Alma menggigit bibirnya, mencoba menahan luapan perasaan yang ia sendiri tak pahami. Cinta pertamanya kembali, membawa semua kenangan yang dulu membuatnya bahagia. Tapi sekarang, ia tak bisa mengabaikan kenyataan bahwa ia juga mencintai Andra.
“Aku sudah bersama orang lain, Za,” suara Alma nyaris berbisik.
Reza tersenyum pahit, “Aku tahu, dan aku tak ingin memaksamu. Tapi, aku hanya ingin kamu tahu, aku akan selalu ada di sini, menunggu jika kau berubah pikiran.”
Mendengar itu, Alma merasa dadanya semakin sesak. Di satu sisi, ia tak bisa membohongi hatinya sendiri bahwa Reza selalu punya tempat istimewa di sana. Namun di sisi lain, ada Andra, pria yang selalu setia di sisinya, pria yang telah ia beri janji untuk berbagi hidup.
Hari mulai gelap ketika Alma keluar dari kafe itu. Ia berjalan tanpa arah, membiarkan pikirannya berkecamuk di antara rasa cinta yang rumit ini. Ia tahu, tak ada pilihan yang tak akan menyakiti. Cinta pertama atau kenyamanan yang telah ia bangun?
Di persimpangan rasa, Alma berhenti. Kadang, hidup memberinya pilihan yang sulit, dan mungkin kali ini, Alma harus memilih untuk bahagia dengan apa yang sudah ia miliki—sekalipun ada bagian hatinya yang akan selalu rindu pada Reza.
Malam itu, Alma memutuskan untuk kembali pada Andra, menyimpan Reza dalam kenangan yang tak tersentuh. Ia tahu, cinta tak selalu tentang memiliki, terkadang cinta adalah melepaskan dan melanjutkan hidup, meskipun hati tak pernah benar-benar lepas. (ai)