Lembar Kehilangan
LANGIT senja memancarkan semburat jingga yang meredup, seolah turut berduka atas kepergian seseorang yang berarti. Di tengah hiruk pikuk kota,
Nina berjalan sendirian di trotoar, menggenggam foto keluarga yang kini hanya menjadi kenangan pahit. Ayah, ibu, dan adiknya telah pergi meninggalkannya dalam kecelakaan tragis dua bulan lalu.
Sejak itu, hidup Nina berubah drastis. Ia yang dulu dikelilingi cinta kini terperangkap dalam kesepian. Tak ada lagi tawa riang di ruang tamu, tak ada lagi pelukan hangat yang menyambutnya di pintu. Hanya ada sunyi yang menyayat.
Setiap pagi, Nina berjuang melawan air mata saat ia menatap meja makan kosong. Ia mencoba bangkit, bekerja di sebuah toko kecil untuk menyambung hidup. Tapi sering kali, ia tak sanggup menahan kenangan yang terus menghantui.
Suatu hari, saat Nina tengah menyusun barang di etalase, seorang pria tua datang ke toko. Wajahnya penuh keriput, namun matanya memancarkan kehangatan. “Anak muda, kau terlihat sangat murung. Apa kau baik-baik saja?” tanyanya lembut.
Nina hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa. Namun, pria itu menyerahkan sebuah amplop kecil sebelum pergi. “Buka ini saat kau merasa paling kehilangan,” ujarnya.
Malam itu, Nina membuka amplop tersebut. Di dalamnya, ada sebuah pesan singkat:
*”Kesedihanmu adalah bagian dari kehidupan, namun percayalah, setiap luka akan membawamu pada kekuatan baru. Jangan menyerah.”*
Pesan itu sederhana, tetapi terasa menusuk hati. Di tengah air mata, Nina merasakan sesuatu yang berbeda—seberkas harapan kecil yang mulai muncul.
(ai/bersambung)
Ilustrasi: bing.com