Oleh Abdus Syukur*
Banyak orang masih menganggap media massa tidak lebih dari sekadar papan buletin digital—cukup pasang iklan, dan selesai. Padahal, peran media jauh lebih strategis. Media tidak hanya menyampaikan informasi, ia membentuk citra, menciptakan persepsi, dan bahkan mempengaruhi pilihan destinasi wisatawan.
Ambil contoh Bali. Dunia mengenal Bali bukan hanya karena pantai dan budayanya, tetapi juga karena media lokal, nasional dan internasional telah secara konsisten menulis tentangnya selama beberapa dekade. Liputan majalah, film, dan televisi juga telah berkontribusi menjadikan Bali ikon global.
Bandingkan dengan daerah lain yang sama menakjubkannya—dengan pegunungan yang megah, pantai-pantai eksotis, dan budaya yang unik. Namun, daerah-daerah tersebut tetap tidak dikenal. Mengapa? Karena tidak ada narasi. Tidak ada media yang mempromosikannya secara serius. Hasilnya, keindahannya hanya dinikmati oleh segelintir penduduk setempat.
Ironisnya, masih ada pejabat dan pemangku kepentingan yang menganggap media hanya sebagai beban anggaran. Mereka percaya promosi bisa dilakukan dengan upacara atau spanduk di pinggir jalan. Setelah itu, mereka merasa tugas mereka selesai.
Namun, wisatawan kini mencari referensi melalui berita, artikel berani, dan media ulasan. Tanpa liputan, tanpa publisitas, destinasi wisata kehilangan daya tariknya.
Media tidak hanya menulis. Media bercerita. Media menghubungkan orang secara emosional dengan suatu tempat. Media juga menjaga citra suatu destinasi di masa krisis—baik itu bencana, konflik, maupun masalah keamanan. Informasi yang akurat dari media dapat meyakinkan masyarakat dan menjaga kepercayaan wisatawan.
Singkatnya, media adalah pintu gerbang menuju imajinasi seorang pelancong. Melalui media, mereka memutuskan ke mana, kapan, dan bagaimana mereka akan pergi.
Sayangnya, selama masih ada pihak yang meremehkan media, pariwisata kita akan terus tertinggal. Upacaranya boleh saja mewah, acara hiburan boleh saja meriah, tetapi tanpa liputan, semuanya akan pudar. Efeknya nihil.
Pariwisata tidak cukup hanya dengan panggung hiburan. Diperlukan narasi yang kuat, amplifikasi yang luas, dan dukungan penuh dari media. Media bukanlah beban tambahan, melainkan mitra strategi yang menghidupkan destinasi di panggung dunia. Tanpa media, pariwisata akan stagnan atau mati gaya. “Apakah Anda mengerti sampai di titik ini?” (*)
*Anggota Badan Promosi Pariwisata Daerah NTB (BPPD NTB)