Penulis: Ailu Tofan Romadona
ADA satu tempat di Lombok Tengah yang masih menyimpan pesona alam dan tenang—namanya Pantai Telawas. Letaknya di Desa Mekar Sari, Kecamatan Praya Barat. Saat pertama kali ke sana, saya langsung jatuh hati. Pantai ini tidak seperti pantai lain di Lombok yang umumnya datar dan lembut. Telawas tampil berbeda: eksotis, misterius, dan penuh batuan karang yang membentuk pola-pola unik seperti karya seni alam.
Perjalanan menuju pantai ini cukup seru. Di sepanjang jalan, hamparan sawah dan kebun semangka serta jagung menemani di sisi kiri dan kanan. Begitu tiba di area parkir, pantai belum langsung terlihat—pengunjung masih harus menuruni anak tangga yang cukup curam. Tapi setelah menapaki tangga terakhir, kelelahan langsung terbayar lunas. Di depan mata, terbentang panorama tebing-tebing tinggi yang berpadu dengan laut biru jernih.
Pemandangan di sini memang lain dari yang lain. Gugusan batu karang dan pulau-pulau kecil di sekitar Telawas sering disebut sebagai “Raja Ampat-nya Lombok”, dan julukannya rasanya tidak berlebihan. Suasananya tenang, alami, dan cocok untuk mereka yang ingin melarikan diri dari hiruk pikuk kota.
Meski keindahannya memukau, fasilitas di Pantai Telawas tetap sederhana. Ada area parkir, beberapa gazebo, dan akses jalan yang bisa dilalui motor maupun mobil—meski di beberapa titik masih perlu perbaikan. Tak ada warung atau tempat makan, jadi kalau ke sini, sebaiknya bawa bekal sendiri. Sinyal ponsel juga terkadang hilang timbul, namun justru di situlah kenikmatannya: sejenak lepas dari dunia digital, menikmati suara ombak dan angin laut.
Pengelolaan pantai ini berada di bawah Dinas Pariwisata Lombok Tengah, dengan dukungan masyarakat Desa Mekar Sari. Kepala desa menjadi penghubung utama jika ada yang ingin tahu lebih banyak. Di sini juga ada pemandu lokal yang mengenal setiap sudut Telawas, siap menemani wisatawan dengan tarif sekitar Rp150.000 per grup.
Untuk masuk, cukup membayar Rp5.000 per motor atau Rp15.000 untuk mobil—sudah termasuk parkir. Jika tak membawa kendaraan pribadi, ada ojek lokal yang siap mengantar dengan tarif Rp25.000–Rp50.000 per orang. Murah bukan meriah?
Namun, di balik pesonanya, masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Akses jalan di beberapa bagian masih rusak, terutama saat musim hujan. Tangga menuju pantai juga perlu diperbaiki karena ada pegangan yang patah—saya sendiri hampir terpeleset waktu itu. Toilet dan mushola masih sangat terbatas, dan belum ada penginapan di sekitar lokasi.
Padahal, potensi Pantai Telawas sangat besar. Jika fasilitas dasar diperbaiki, papan petunjuk arah dipasang dengan jelas, dan lampu terang ditambahkan, destinasi ini bisa menjadi primadona baru di Lombok Tengah. Bayangkan jika di tepi pantainya dibangun gazebo-gazebo cantik, warung makan dengan menu khas Lombok, serta area berfoto dengan panorama tebing dan laut—pasti wisatawan akan betah berlama-lama.
Selain infrastruktur, pengembangan SDM lokal juga penting. Warga sekitar bisa diberdayakan sebagai pemandu wisata, pelaku UMKM, hingga pengelola homestay. Dengan pelatihan dan pendampingan, mereka bisa menjadi bagian langsung dari geliat ekonomi wisata ini.
Yang tak kalah pentingnya adalah menjaga alamnya. Telawas indah karena masih alami. Maka, pengelolaan sampah, jumlah pengunjung, hingga penanaman vegetasi pantai perlu dilakukan agar kelestarian lingkungannya tetap terjaga.
Telawas bukan sekadar pantai, tapi potongan surga kecil di Lombok yang masih perawan. Dengan sentuhan pengembangan yang bijak, tempat ini bisa menjadi destinasi unggulan—bukan hanya indah dipandang, tapi juga membawa manfaat bagi masyarakat dan menjaga keharmonisan alam.
* Mahasiswa Pariwisata Syariah (S1), UIN Matar