JAKARTA (LOMBOKEXPRESS.ID)-– Forum Tanah Air (FTA) menggelar Dialog dan Diskusi Kebangsaan secara daring bertema Vaksin TBC & Dampaknya untuk Indonesia, Bagaimana Harus Menyikapi?
Diskusi yang berlangsung pada 18 Mei 2025 ini menghadirkan narasumber utama Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.P, mantan Menteri Kesehatan RI, dengan moderator Tata Kesantra, Ketua Umum FTA yang saat ini bermukim di New York.
Acara ini diikuti secara antusias oleh 218 peserta yang terdiri dari diaspora Indonesia di luar negeri, tenaga kesehatan, serta aktivis dari berbagai provinsi. Diskusi ini menyoroti program uji klinis vaksin TBC (M72/AS01E) yang tengah menjadi perhatian publik, bahkan menimbulkan pro dan kontra di media sosial.
Dalam forum tersebut, beberapa pertanyaan kritis mengemuka: Apa keuntungan bagi Indonesia dalam berpartisipasi pada uji coba vaksin ini? Apakah program ini untuk kepentingan nasional atau kepentingan pihak luar, termasuk Bill Gates? Sejauh mana risiko dan manfaatnya seimbang? Apakah terdapat dasar hukum pelibatan warga negara dalam uji coba ini?
Melalui siaran pers FTA tertanggal 18 Mei 2025, Dr. Siti Fadilah menjelaskan, vaksin merupakan virus yang dilemahkan atau dimatikan yang dimasukkan ke dalam tubuh guna membentuk kekebalan. Namun, untuk vaksin TBC M72/AS01E, teknologi yang digunakan lebih canggih, yakni berbasis protein mikro-bakterium yang dikembangkan dari wilayah Afrika.
Bill Gates, melalui kunjungan ke Istana beberapa waktu lalu, menyampaikan bahwa Indonesia akan dilibatkan dalam uji coba fase 3 setelah uji fase 1 dan 2 dilakukan di Afrika. Efikasi vaksin pada fase awal hanya mencapai 50%, yang menurut para pakar seharusnya belum layak dilanjutkan ke fase 3.
Kedaulatan Kesehatan Jadi Sorotan
Menurut Dr. Siti, pelibatan Indonesia dalam uji coba ini tak lepas dari isu kedaulatan kesehatan rakyat. Masyarakat perlu mendapatkan informasi transparan dan edukasi menyeluruh terkait vaksinasi ini, termasuk risiko dan kompensasi yang mungkin timbul.
“Saat ini diperkirakan terdapat 1 juta penderita TBC di Indonesia, dengan angka kematian sekitar 100.000 orang per tahun,” ujar Dr. Siti. Meski demikian, ia menegaskan eliminasi TBC lebih efektif melalui program Eradikasi TBC berbasis desa siaga hingga tingkat RW, disertai perbaikan gizi dan hunian, ketimbang vaksinasi massal.
Kritik Terhadap Vaksinasi untuk TB Laten
Vaksin M72/AS01E ditujukan untuk penderita TBC laten, yaitu penderita yang tidak menunjukkan gejala dan tidak menular. Persoalannya, menurut Dr. Siti, pendeteksian TBC laten hanya bisa dilakukan dengan alat tertentu yang diklaim dimiliki oleh Bill Gates.
Dikhawatirkan, vaksin bisa diberikan kepada orang sehat karena keterbatasan dalam deteksi. Selain itu, vaksin hanya efektif selama 3 tahun, dan akan membutuhkan pembelian ulang setiap periodenya, yang bisa membebani anggaran negara.
Peserta diskusi juga menyoroti bahwa vaksin yang diuji di laboratorium sering kali berbeda hasilnya ketika diaplikasikan ke masyarakat. Pemerintah perlu memberikan jaminan dan kompensasi apabila terjadi dampak negatif, termasuk kecacatan atau kematian.
FTA mengapresiasi kewaspadaan publik, khususnya netizen, terhadap isu vaksin ini. Hal ini menunjukkan kedewasaan masyarakat dalam menyikapi isu strategis yang menyangkut kedaulatan kesehatan dan keselamatan rakyat.
Forum Tanah Air (FTA) menyerukan agar pemerintah tidak tergoda oleh kepentingan dana asing, melainkan mengutamakan kepentingan dan keselamatan rakyat di atas segalanya. (rls)
Keterangan Foto:
Suasana dialog dan diskusi secara daring Forum Tanah Air (FTA) bertema Vaksin TBC & Dampaknya untuk Indonesia. (ist)