Kasus Dugaan Pencaplokan Hutan, Mandek atau Sengaja Dipermainkan?

DOMPU (LOMBOKEXPRESS.ID) – Kasus dugaan pencaplokan kawasan hutan yang melibatkan CV LA kembali menjadi sorotan publik. Setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Dompu mengembalikan berkas perkara (P-19) pada awal 2024, penyidik Gakkum Jabalnusra mengklaim kasus ini mengalami kebuntuan atau deadlock.

Namun, benarkah kasus ini benar-benar menemui jalan buntu? Ataukah ada kepentingan tertentu yang membuatnya sengaja diperlambat?

Kasus ini bukan perkara tanpa bukti. Penyidik telah menyita bangunan dan gudang milik tersangka utama, TJS. Ia diduga kuat memalsukan dokumen sertifikat tanah serta menghilangkan pal batas kawasan hutan untuk memperluas lahan komersialnya.

Meski barang bukti dan indikasi pelanggaran hukum sudah jelas, penyidik tetap beralasan bahwa penyelidikan mengalami hambatan. Saat dikonfirmasi, salah satu penyidik Gakkum Jabalnusra justru menghindari pertanyaan dan menyarankan untuk meminta keterangan dari pihak tersangka atau kuasa hukum TJS.

“Kami masih berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menentukan langkah selanjutnya. Situasinya bisa dikatakan deadlock karena ada hal-hal yang mesti diupayakan,” ujar Ihwan, penyidik Gakkum Jabalnusra, Selasa (25/2/2025), melalui pesan WhatsApp.  P

Penyidik menyayangkan pengembalian SPDP dan berkas perkara oleh kejaksaan. Mereka mengklaim berkas sudah memenuhi syarat sesuai Pasal 184 KUHP.

“Karena alat bukti dan barang bukti cukup, ya kami serahkan berkasnya ke jaksa,” tegas Ihwan. Namun, ia justru mempertanyakan permintaan tambahan saksi ahli oleh kejaksaan.

“Kenapa harus saksi ahli lebih dari satu sehingga membuat perkara gagal naik? Padahal dua alat bukti awal dari Pasal 184 KUHP itu sudah cukup,” cetusnya.

Di sisi lain, Kasi Intelijen Kejari Dompu, Joni Eko Waluyo, menegaskan bahwa penyidik gagal memenuhi syarat formil dalam batas waktu yang diberikan. Kejaksaan telah memberikan kesempatan untuk perbaikan berkas, tetapi hingga tenggat waktu berakhir, kelengkapan yang diminta tak kunjung dipenuhi.

Jika penyidik mengalami kesulitan, mengapa tidak segera melengkapinya? Ataukah ada faktor lain yang membuat kasus ini berlarut-larut?

Saat ditanya soal ini, Ihwan justru melempar balik tanggung jawab kepada kejaksaan.

“Harusnya tanyakan ke Kejari, apakah mereka punya niat atau tidak untuk menyidik kasus LA?” balasnya.

Mandeknya kasus CV LA menambah daftar panjang dugaan bahwa hukum lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Sebagai perbandingan, pertengahan 2024 lalu, dua warga Desa Baka Jaya, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu, berinisial M dan HS, harus berhadapan dengan hukum hanya karena mengambil beberapa batang kayu di kawasan hutan So Mila, Desa Riwo. Salah satu di antara mereka bahkan merupakan Ketua RT setempat. Mereka ditangkap paksa oleh pihak KPH Ampang Riwo pada Senin (12/8/2024) dan langsung diproses hingga ke persidangan.

Sementara itu, kasus dugaan pencaplokan kawasan hutan dengan indikasi pelanggaran besar justru terkatung-katung tanpa kepastian.

Lantas, sampai kapan kasus ini akan terus menggantung? Apakah keadilan hanya berpihak pada mereka yang memiliki kuasa? Jawaban dari penyidik dan kejaksaan justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan bagi masyarakat. (fauzi)

Keterangan Foto:

Foto Satelit: Dilingkari garis hitam lokasi kawasan hutan yang diduga dicaplok. (ist)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *