MEMBUMIKAN KODE ETIK WARTAWAN (JURNALISTIK), APA PENTINGNYA?

Sedikitnya ada lima alasan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) itu sangat penting bagi wartawan atau jurnalis?

1. Menjaga Integritas dan Kredibilitas

Kode etik membantu wartawan menjaga kejujuran, akurasi, dan objektivitas dalam setiap pemberitaan. Sehingga membangun kepercayaan publik terhadap media.

2. Melindungi Hak Publik

Dengan mematuhi kode etik, wartawan memastikan informasi yang disampaikan benar, adil, dan tidak merugikan kepentingan masyarakat.

3. Membatasi Penyalahgunaan Profesi

Kode etik menjadi batasan moral agar wartawan tidak menggunakan profesinya untuk kepentingan pribadi, politik, atau ekonomi yang tidak sah.

4. Menghadirkan Tanggung Jawab Sosial

Wartawan bukan hanya menyampaikan berita, tetapi juga bertanggung jawab atas dampak pemberitaan terhadap kehidupan sosial, politik, dan budaya masyarakat.

5. Sebagai Standar Profesionalisme

Kode etik menjadi pedoman baku untuk menilai apakah seorang wartawan bekerja secara profesional atau tidak.

Berikut KEJ yang sebelelas pasal itu, dilengkapi penafsiran dan contoh praktek.

KODE ETIK JURNALISTIK

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.

Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar,  wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak  beritikad buruk.

Penafsiran

a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.

c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.

d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Contoh Praktik:

Seorang wartawan meliput demonstrasi buruh dan tetap memberitakan pendapat buruh serta pengusaha secara seimbang, tanpa dipengaruhi tekanan dari sponsor medianya.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran

Cara-cara yang profesional adalah:

a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;

b. menghormati hak privasi;

c. tidak menyuap;

d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;

e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;

f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;

g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;

h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Contoh Praktik:

Saat meliput kasus kriminal, wartawan memperkenalkan dirinya kepada narasumber sebagai wartawan, tidak mengambil foto tanpa izin di area pribadi, dan tidak memberikan uang kepada sumber untuk mendapatkan informasi.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak

mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran

a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.

b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.

d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Contoh Praktik:

Wartawan menerima informasi bahwa seorang pejabat melakukan korupsi. Sebelum mempublikasikannya, wartawan mengkonfirmasi ulang kepada pihak pejabat, lembaga penyidik, dan sumber lain untuk memastikan kebenaran dan memuat semua pendapat secara proporsional.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran

a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.

b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.

c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.

d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.

e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Contoh Praktik:

Dalam memberitakan kasus kekerasan, wartawan tidak menggunakan foto-foto berdarah-darah atau kata-kata kasar yang sadis, serta menghindari penggunaan istilah yang cabul dalam menulis kasus asusila.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan

tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran

a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang

lain untuk melacak.

b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Contoh Praktik:

Saat meliput kasus pelecehan seksual, wartawan tidak menuliskan nama lengkap atau alamat korban. Demikian juga jika pelakunya adalah anak di bawah umur, identitasnya tetap dirahasiakan.

 

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran

a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.

b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Contoh Praktik:

Wartawan menolak amplop berisi uang yang diberikan narasumber setelah wawancara, dan tetap memberitakan fakta apa adanya, tanpa keberpihakan.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan

off the record sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran

a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi

keamanan narasumber dan keluarganya.

b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.

c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.

d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau

diberitakan.

Contoh Praktik:

Seorang narasumber meminta agar keterangannya tentang korupsi pejabat hanya untuk latar belakang (background). Wartawan menulis berita tanpa menyebutkan identitas atau ciri-ciri narasumber tersebut.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran

a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.

b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Contoh Praktik:

Saat meliput berita tentang orang dengan disabilitas, wartawan menggunakan istilah yang sopan dan manusiawi, seperti “penyandang disabilitas” bukan istilah yang merendahkan, serta tidak menyudutkan berdasarkan agama atau ras tertentu.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk

kepentingan publik.

Penafsiran

a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.

b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Contoh Praktik:

Seorang wartawan mengetahui bahwa seorang artis baru bercerai, namun memilih untuk tidak memberitakannya karena tidak ada kaitannya dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.

Penjelasan:

Tanggung jawab profesional: Jika seorang wartawan atau media massa mengetahui ada kesalahan dalam berita yang sudah dipublikasikan — baik kesalahan data, nama, fakta, angka, maupun konteks — mereka wajib memperbaikinya.

Segera: Artinya, koreksi harus dilakukan secepat mungkin setelah kesalahan diketahui, tidak boleh menunda-nunda.

Bentuk tindakan:

Mencabut berita jika keseluruhan berita tersebut tidak bisa diperbaiki karena sangat keliru.

Meralat bagian tertentu dari berita yang salah, tanpa harus menghapus seluruh berita.

Memperbaiki berita dengan menambahkan informasi yang akurat.

Permintaan maaf: Tidak cukup hanya membetulkan, wartawan atau medianya juga harus meminta maaf secara terbuka kepada publik sebagai bentuk tanggung jawab moral dan etika.

Contoh Praktik:

Media online salah menulis nama seorang pejabat menjadi “Andi Rahman” padahal yang benar “Andi Rahmat”.

Mereka segera membuat berita ralat dengan judul: “Ralat: Kesalahan Penulisan Nama dalam Berita Tentang Kepala Dinas X”, serta mengucapkan maaf di badan berita.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penjelasan:

Hak Jawab:

Hak seseorang atau lembaga yang merasa dirugikan oleh pemberitaan media untuk memberikan penjelasan, klarifikasi, atau tanggapan atas pemberitaan tersebut.

Hak Koreksi:

Hak publik atau narasumber untuk meminta perbaikan terhadap kesalahan fakta dalam berita tanpa harus merasa dirugikan terlebih dahulu.

Secara Proporsional:

Hak jawab dan hak koreksi harus diberikan dalam porsi yang seimbang dengan berita yang memuat kekeliruan tersebut.

Misalnya: jika kesalahan muncul dalam berita utama halaman depan, hak jawabnya juga dipublikasikan secara layak, bukan disembunyikan di kolom kecil.

Contoh Praktik:

Seorang pengusaha diberitakan terlibat kasus penggelapan dana, padahal sebenarnya dia tidak terlibat. Pengusaha tersebut mengajukan hak jawab ke media.

Media kemudian memuat hak jawab itu dalam berita berjudul:

“Hak Jawab: Pengusaha X Menyatakan Tidak Terlibat dalam Kasus Penggelapan” di tempat yang layak. (has/ai)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *